Matthew's Blogs
WAINGAPU, PK — Meski pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun pelanggaran terhadap hak konsumen masih terus berlangsung di Sumba Timur. Hal ini terjadi karena ketidaktegasan pemerintah dan aparat penegak hukum dalam penerapan undang-undang ini. Hal ini diungkapkan warga Keluarahan Wangga, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur saat mengikuti sosialisasi UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kabupaten Sumba Timur, Rabu (2/7/ 2008). Sosialisasi itu disampaikan Kepala Seksi (Kasi) Perlindungan Konsumen, Paulus KB Tarap, Kasi Pembinaan dan Pengembangan Usaha, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumba Timur, Domu Wara, S.E dan Pengurus YLKI Sumba Timur.
Warga mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam melindungi hak-hak konsumen, karena pelanggaran-pelanggaran terhadap hak konsumen selama ini masih terus berlangsung. Sementara UU perlindungan konsumen, kata warga, baru tahap sosialisasi, padahal sudah ditetapkan sejak tahun 1999.
Peserta yang terdiri dari pemuda karang taruna, tokoh agama, tokoh masyarakat mengaku kaget setelah mendengar berbagai sanksi yang cukup berat dalam undang-undang tersebut terhadap setiap pelanggaran terhadap hak-hak Konsumen dan bentuk-bentuk pelanggaran seperti apa yang bisa ditindak dengan undang-undang tersebut.

Markus misalnya, meminta YLKI Sumba Timur dan pemerintah mensosialisasikan undang-undang ini tidak hanya kepada warga masyarakat tetapi juga kepada pelajar di sekolah dan orang tua siswa. Sementara Soleman mengatakan, pelanggaran terhadap hak konsumen masih terus terjadi karena tidak adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum terhadap para pelaku pelanggaran. Akibatnya, kata Soleman, tidak da efek jera dari para pelaku. Para peserta juga menyoroti masalah rekening air dan listrik yang tidak sesuai dengan pemakaian. Juga, enertiban minuman keras tradisional. Mereka mempertanyakan, sikap pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Perindag Sumba Timur terhadap usaha minumam yang selama ini menjadi sasaran penertiban pihak kepolisian dengan alasan tidak memiliki izin dan kadar alkoholnya elum diketahui. Aloysius meminta pemerintah agar usaha minumam keras tradisional ini jangan dimatikan tetapi dibina sehingga produk yang dihasilkan memenuhi standar baik kadar alkoholnya maupun kebersihan karena selama ini wadah yang digunakan untuk membuat miras tradisional mudah terkontaminasi seperti drum aspal, drum merkuri dan drum bekas oli. Sementara untuk penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran hak-hak konsumen, Aloysius meminta, Dinas Perindustrian dan Perdagangan membentuk PPNS dan segera minta rekomendasi dari Departemen Hukum dan HAM agar masa kerja PPNS yang berkaitan dengan perlindungan terhadap hak konsumen berlaku selama tiga tahun. Penyidikan PPNS, katanya, harus sampai tahap P21 atau pengadilan sehingga tidak ada lagi campur tangan polisi dan jaksa. (dea)

Sumber : http://sumbaisland.com/hak-konsumen-masih-dilanggar/

0 Responses