Matthew's Blogs

Entrepreneur atau wirausahawan tidak hanya hidup dalam lingkup bisnisnya sendiri saja. Sebagai manusia, entrepreneur juga hidup dan menjadi bagian dari komunitas masyarakat. Dengan kenyataan itu maka selayaknya seorang entrepreneur juga harus mengikuti nilai-nilai yang ada dan dijunjung tinggi oleh masyarakat. Nilai-nilai itu disebut etika.

Etika didefinisikan sebagai sekumpulan aturan yang menjelaskan antara tindakan baik dan buruk. Aplikasi aturan etika yang umum dalam lingkungan bisnis (entrepreneur) disebut etika bisnis. Sumber etika bisnis terdiri dari dua macam, yaitu: norma yang jelas pada hukum dan norma pada nurani berupa itikad baik yang dimilki oleh hati manusia.

Dalam dunia bisnis, etika diterapkan dalam tiga jenis hubungan, yaitu: Hubungan antara warga perusahaan di dalam perusahaan dan antara warga perusahaan dengan pihak-pihak lain di luar perusahaan, hubungan antara perusahaan dengan para pekerja, serta hubungan antara perusahaan dengan stakeholders di luar perusahaan (pelanggan, pemasok,pemegang saham, pemberi kredit, pesaing, pemerintah, masyarakat).

Dengan semakin terbatasnya modal fisik (uang, bangunan, tanah), peran modal maya (intelektual, etika, semangat) menjadi semakin penting. Disamping itu, bisnis yang berjalan dengan performa etika yang baik dan tanggung jawab sosial yang tinggi tentu akan mendapatkan kepercayaan publik. Tindakan yang etis juga akan melindungi usaha kita dari perlakuan buruk anggota bisnis maupun pesaing. Oleh karena itu, etika bisnis menjadi hal yang penting terutama untuk mencegah kerugian dan kerusakan pada masyarakat.

Bukti nyata pentingnya etika dalam berbisnis tercermin dari hasil penelitian sebagai berikut:

  • Sebuah studi selama 2 tahun yang dilakukan The Performance Group, sebuah konsorsium yang terdiri dari Volvo, Unilever, Monsanto, Imperial Chemical Industries, Deutsche Bank, Electrolux, dan Gerling, menemukan bahwa pengembangan produk yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa menaikkan EPS (earning per share) perusahaan, mendongkrak profitability, dan menjamin kemudahan dalam mendapatkan kontrak atau persetujuan investasi.
  • Di tahun 1999, jurnal Business and Society Review menulis bahwa 300 perusahaan besar yang terbukti melakukan komitmen dengan publik yang berlandaskan pada kode etik akan meningkatkan market value added sampai dua-tiga kali daripada perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa.
  • Riset yang dilakukan oleh DePaul University di tahun 1997 menemukan bahwa perusahaan yang merumuskan komitmen korporat mereka dalam menjalankan prinsip-prinsip etika memiliki kinerja finansial (berdasar penjualan tahunan/revenue) yang lebih bagus dari perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa.

Standar etika adalah berupa nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, dan kepedulian sosial (pengabdian masyarakat). Umumnya, suatu hal dapat dikatakan etis atau tidak etis dengan parameter prinsip bolak-balik. Maksudnya adalah suatu tindakan dianggap tidak etis apabila jika orang lain melakukannya pada kita, maka kita tidak bisa menerimanya. Misalkan, kita tentu tidak akan terima jika kita dibohongi dalam bisnis sehingga menderita kerugian. Oleh karena itu, membohongi klien, atau menyembunyikan informasi yang penting (information asymmetry) adalah tindak yang tidak beretika dalam bisnis.

Hal di atas adalah contoh sederhana. Jika ternyata dihadapkan pada kasus yang lebih kompleks, tolak ukur etika dapat ditentukan dari pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

  • Apakah ini legal? Apakah ini melanggar hukum dan/atau aturan perusahaan?
  • Apakah ini seimbang? Apakah ini adil untuk jangka pendek maupun jangka panjang? Apakah ini menghasilkan hubungan yang saling menguntungkan?
  • Bagaimana perasaan kita tentang tindakan ini? Apakah ini membuat kita bangga? Apakah kita akan merasa senang jika hal ini muncul di media? Apakah kita akan merasa senang jika keluarga kita mengetahui tentang hal ini?

Sebagian berpendapat bahwa etika dan bisnis adalah dua hal yang bertentangan. Akan tetapi (telah disebutkan di atas) ternyata etika tidak memperkecil keuntungan dan justru berkontribusi positif pada keuntungan. Perilaku tidak etis dalam bisnis seringkali terlihat berhasil dalam jangka pendek tetapi akan hancur dalam jangka panjang. Sebagian besar orang akan menilai perilaku etis dengan menghukum siapa saja yang mereka persepsi berperilaku tidak etis, dan menghargai siapa saja yang mereka persepsi berperilaku etis. Pelanggan akan melawan perusahaan jika mereka mempersepsi ketidakadilan yang dilakukan perusahaan dalam bisnis lainnya, dan mengurangi minat mereka untuk membeli produknya. Karyawan yang merasakan ketidakadilan, akan menunjukan absentisme lebih tinggi, produktivitas lebih rendah, dan tuntutan upah lebih tinggi. Sebaliknya, ketika karyawan percaya bahwa organisasi adil, akan senang mengikuti manajer, melakukan apapun yang dikatakan manajer, dan memandang keputusan manajer sah. Dengan demikian, etika juga merupakan komponen kunci manajemen yang efektif.

Untuk lebih mempertegas bahasan tentang etika, mari kita bandingkan kedua kasus berikut:

  • Enron merupakan perusahaan yang bergerak di bidang energi. Pada tahun 1990-an perusahaan ini mengalami kejayaannya. Sampai pada April 2001, majalah Fortune menjuluki Enron sebagai perusahaan paling inovatif di Amerika dan menduduki peringkat 7 besar perusahaan di Amerika. Pada Desember 2001, Enron diumumkan kolaps. Dua belas ribu karyawannya kehilangan pekerjaan. Nilai saham turun menjadi nol sehingga para pemegang saham kehilangan tujuh puluh trilyun dolar. Diketahui bahwa ternyata selama ini Enron melakukan penipuan akunting menggunakan celah ’special purpose entity’. Kejadian ini dijuluki “penipuan accounting terbesar di abad 20″.
  • Merck and Company adalah salah satu perusahaan obat ternama di Amerika. Saat terjadi wabah penyakit ‘River Blindness’ di daerah miskin Afrika dan Amerika Selatan, para peneliti di Merck and Company berhasil menemukan rumusan obat yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Tetapi perusahaan menghadapi situasi yang dilematis. Jika obat berhasil dikembangkan, tentu para penderita terlalu miskin untuk membelinya. Distribusi pun akan semakin mahal karena daerah wabah adalah tempat terpencil. Jika diketahui ada efek samping, publisitas buruk akan menurunkan citra perusahaan. Ditambah lagi jika obat dijual murah akan ada resiko penyelundupan. Akhirnya diputuskan bahwa keuntungan manusiawi yang dihasilkan terlalu penting dibanding besarnya biaya riset dan kecilnya imbal ekonomis. Obat kemudian berhasil dibuat dan diberikan secara gratis kepada para penderita dengan bantuan donasi dari WHO.

Perusahaan yang bagus akan mendapat reward, sementara yang buruk akan mendapat punishment.

Akhirnya, kesimpulan dari tulisan ini adalah sebuah ungkapan indah yang berbunyi: “being business is not about making money, it is a way to become who you are”. Bertindak etis atau tidak etis adalah pilihan bagi pelaku bisnis dan entrepreneur. Pilihan tersebut akan menentukan jati diri seorang entrepreneur. Apakah ia tidak lebih dari seorang yang tidak punya harga diri sehingga memilih berbisnis dengan cara kotor dan tidak etis? Ataukah ia adalah seorang besar yang tidak saja berbisnis secara etis, tapi juga bisa memberi makna dan nilai kesejahteraan kepada masyarakat sekitarnya.


Sumber : Klik di sini

0 Responses